Analisis Historis dan Emotif pada Novel Max Havelaar Karya Multatuli Menggunakan Pendekatan dalam Apresiasi Sastra Menurut Teori Abrams

Spread the love

Novel Max Havelaar tidak ditulis oleh seorang akademisi sejarah, tetapi dikategorikan sebagai roman yang merupakan narasi prosa panjang, mengisahkan kehidupan tokohnya. Multatuli dalam tulisannya berusaha untuk memberikan gambaran mengenai kondisi Indonesia (Hindia-Belanda) ketika masa penjajahan Belanda. Bukan hanya mengisahkan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, tetapi bagaimana petinggi lokal memiliki andil besar dalam keberlanjutan kesengsaraan masyarakatnya. Douwes Dekker mengabdi sebagai pegawai dari pemerintah Belanda di Indonesia selama 18 tahun menjadi asisten residen di daerah Lebak, Banten. Buku ini menceritakan pengalamannya melihat penindasan selama menjadi asisten residen Lebak.

Buku Max Havelaar menurut Pramoedya Ananta Toer (New York Times, 1999), merupakan buku yang “membunuh” kolonialisme. Pertengahan abad kesembilan belas, kendali kolonial atas Indonesia telah berpindah dari Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) ke pemerintah Belanda karena kegagalan ekonomi. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan serangkaian kebijakan yang disebut Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) untuk meningkatkan pendapatan, mengamanatkan petani Indonesia menanam tanaman komersial dalam jumlah tertentu yakni gula dan kopi, daripada menanam makanan pokok seperti beras. Menerapkan sistem pemungutan pajak, di mana petugasnya dibayar berdasarkan komisi. Dua strategi ini menyebabkan meluasnya penyalahgunaan kekuasaan kolonial, khususnya di pulau Jawa dan Sumatera yang mengakibatkan kemiskinan, serta kelaparan yang meluas di kalangan petani.  Koloni ini diperintah dengan sedikit tentara dan pejabat pemerintah, para penguasa sebelumnya mempertahankan kekuasaan absolut juga kendali mereka atas penduduk asli. Strategi yang cukup umum digunakan oleh banyak negara penjajah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *